Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan Heskett
(1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu budaya kuat
dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan strategik; dan budaya adaptif.
Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat dilihat oleh orang luar sebagai
memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi yang kuat ini nilai-nilai
yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam pernyataan misi dan
secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya
sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah
walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti
dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota
yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai
itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang berbudaya
lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jatidiri organisasi
tidak begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun berubah
setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara strategik memiliki perspektif
yang menegaskan tidak ada resep umum untuk menyatakan seperti apa hakikat
budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok” dengan konteksnya. Konteks itu
dapat berupa kondisi objektif dari organisasinya, segmen usahanya yang
dispesifikasi oleh strategi organisasi atau strategi bisnisnya sendiri. Konsep
kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam menjelaskan perbedaanperbedaan
kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi konsepnya mengatakan bahwa suatu
budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh karena itu, beberapa variasi
dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan spesifik dari bisnis-bisnis yang
berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa organisasi merupakan
sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah,
organisasi harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi,
dapat membaca kecenderungan-kecenderungan penting dan melakukan penyesuaian
secara cepat. Budaya organisasi adaptif memungkinkan organisasi mampu
menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan
perubahan itu sendiri.
Selanjutnya,
Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
- Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi
- Norma-norma
- Nilai-nilai yang dominan
- Filosofi
- Aturan-aturan
- Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut
mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang
berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang menghasilkan produk
barang.
Robbins
(1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
- Inisiatif individu
- Toleransi terhadap risiko
- Pengarahan
- Integrasi
- Dukungan manajemen
- Pengawasan
- Identitas
- Sistem penghargaan
- Toleransi terhadap konflik
- Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif
seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab,
kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian
seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa
berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan
seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh
sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi
risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan
sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya
manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk
kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama
yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu
organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini
seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan
dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi
langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku
karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal
kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut
terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi,
dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria
hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik,
menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis
terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola
komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.
sumber:
http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html
No comments:
Post a Comment